Minggu, 10 Oktober 2010

UNSUR PEMBANGUN

a. Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, meskipun dapat juga berwujud binatang, atau benda yang diinsankan.
Tokoh dalam cerita rekaan bersifat fiktif. Meskipun demikian, agar kehadirannya dapat diterima pembaca, tokoh hendaknya tidak terlalu asing bagi pembaca. Tetapi harus disadari pula bahwa tokoh di dalam cerita rekaan tidak sama persis dengan manusia pada dunia nyata. Tokoh cerita rekaan tidak sepenuhnya bebas. Ia merupakan bagian dari suatu keutuhan artistik, yaitu karya sastra.
Pembagian tokoh berdasarkan fungsinya, yaitu:
1) Tokoh Sentral
Tokoh sentral ini dibagi menjadi 3, yaitu:
(a) Tokoh Utama/Protagonis
Tokoh utama/protagonis yaitu tokoh yang memegang peran pimpinan. Ia menjadi pusat sorotan dalam cerita. Kriteria penentuan tokoh utama:
(1) intensitas keterlibatan tokoh itu dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita
(2) hubungan antartokoh
(b) Tokoh Antagonis (tokoh penentang protagonis)
(c) Tokoh Wirawan/Wirawati dan Antiwirawan
2) Tokoh Bawahan
Tokoh bawahan yaitu tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untukk menunjang atau mendukung tokoh utama. Yang termasuk tokoh bawahan misalnya:
(a) Tokoh Andalan
Tokoh andalan yaitu tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan protagonis yang dimanfaatkan untuk memberi gambaran lebih terinci mengenai tokoh utama.
(b) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan yaitu tokoh yang tidak memegang peranan yang penting dakam cerita, misalnya tokoh lantaran
Pembagian tokoh berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita, yaitu:
1) Tokoh Dasar/Sederhana/Pipih
Tokoh dasar/sederhana/pipih adalah tokoh yang hanya diungkap salah satu segi wataknya saja. Watak tokoh datar sedikit sekali berubah. Termasuk di dalam tokoh datar adalah tokoh stereotif.
2) Tokoh Bulat/Kompleks/Bundar
Tokoh bulat/kompleks/bundar adalah tokoh yang wataknya kompleks, terlihat kekuatan dan kelemahannya. Ia mempunyai watak yang dapat dibedakan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh ini dapat mengejutkan pembaca karena kadang-kadang darinya dapat terungkap watak yang tak terduga sebelumnya.
Penokohan atau perwatakan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan tokoh, baik keadaan lahir maupun batinnya, yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Sementara itu, yang dimaksud watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain.
Ada 3 macam metode penokohan yang biasanya digunakan secara bersama-sama dalam sebuah cerita, yaitu:

1) Metode Langsung/Analitis/Perian/Diskursif
Dalam metode ini pengarang langsung menguraikan atau menggambarkan keadaan/watak tokoh.
2) Metode Tidak Langsung/Ragaan/Dramatik
Dalam metode ini pengarang secara tersamar dalam memberitahukan wujud atau keadaan tokoh cerita. Dalam hal ini watak disampaikan melalaui:
(a) pikiran, dialog, dan tingkah laku tokoh
(b) penampilan fisik tokoh
(c) gambaran lingkungan atau tempat tinggal tokoh
(d) sikap tokoh dalam menghadapi kejadian atau tokoh lain
(e) tanggapan tokoh lain dalam cerita yang bersangkutan
3) Metode Kontekstual
Dalam metode ini pengarang menggambarkan watak tokoh melalui bahasa yang digunakan oleh tokoh yang bersangkuta.
Cerita rekaan modern cenderung menekankan unsur perwatakan atau penokohan. Tokoh-tokoh cerita rekaan modern mendapat sorotan yang lebih tajam dibandingkan dengan cerita rekaan pada awal perkembangan sastra Indonesia. Kejadian-kejadian berpusat pada konflik watak tokoh utamanya.
Mutu cerita rekaan banyak ditentukan oleh kepandaian pengarang dalam menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Pengarang yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokohnya akan meyakinkan kebenaran cerita yang disampaikannya.
b. Alur dan Pengaluran
Alur cerita atau plot adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah cerita dengan memperhatikan hubungan sebab-akibat sehingga cerita itu merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.
Alur berbeda dengan jalan cerita. Alur memperhatikan hubungan sebab-akibat dalam rangkaian peristiwanya sedangkan jalan cerita hanya sekadar mempersoalkan lanjutan peristiwa demi peristiwa. Meskipun keduanya mendasarkan diri pada rangkaian peristiwa, alur bersifat lebih kompleks daripada jalan cerita.
Bagian-bagian alur:
1) Pemaparan
Pemaparan yaitu bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita.
2) Penggawatan
Penggawatan yaitu bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Mulai terasa adanya konflik dalam bagian ini.
3) Penanjakan
Penanjakan yaitu bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik mulai memuncak.
4) Puncak/Klimaks
Puncak/klimaks yaitu bagian cerita yang melukiskan konflik mencapai puncaknya. Sering juga bagian ini disebut krisis atau titik balik.
5) Peleraian
Peleraian yaitu bagian cerita yang menunjukkan konflik mulai menurun.
6) Selesaian
Selesaian yaitu bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita.
Beberapa faktor penting dalam alur:
1) Intisari alur adalah konflik. Konflik dalam cerita rekaan dapat berupa:
(a) konflik eksternal
Konflik eksternal yaitu konflik antartokoh atau konflik antara tokoh dengan lingkungannya.
(b) konflik internal
Konflik internal yaitu pertentangan antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh. Konflik jenis ini disebut juga konflik psikologis.
2) Untuk memancing keingintahuan pembaca akan kelanjutan cerita, pengarang menciptakan suspense (tegangan). Tegangan adalah ketidakpastian yang berkepanjangan dan makin menjadi-jadi. Beberapa sarana untuk menciptakan tegangan di antaranya:
(a) sorot balik
(b) regangan dan susutan (topping and dropping)
(c) padahan (foreshadowing)
3) Cerita harus meyakinkan, artinya masuk akal (plausibility) yang harus dinilai berdasarkan ukuran yanga ada dalam karya itu sendiri.
4) Supaya cerita tidak membosankan perlu adanya kejutan, tetapi hendaknya dalam batas-batas kebolehjadian (plausibility).
5) Faktor “kebetulan” dapat dimanfaatkan untuk melancarkan cerita sepanjang tidak terasa dipaksakan.
c. Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita rekaan. Secara terperinci, latar meliputi penggambaran:
1) Lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai pada perincian sebuah ruangan.
2) Waktu terjadinya peristiwa, sejarahnya, musim terjadinya.
3) Lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh cerita.
Latar yang juga disebut setting cerita rekaan bukan sekadar background cerita. Dalam cerita rekaan, latar hendaknya mempunyai fungsi untuk menggarap tema dan penokohan. Dari latar wilayah tertentu, misalnya, harus dihasilkan watak tertentu, tema tertentu, cerita dengan latar perang misalnya, dapat berbicara soal-soal yang khusus seperti dendam, pelarian, pengkhianatan, patriotisme, dan kemanusiaan.
Macam-macam latar:
1) Latar Fisik
Latar fisik yaitu tempat dalam wujud fisiknya, yakni bangunannya, daerahnya, dan sebagainya.
2) Latar Sosial
Latar sosial yaitu latar yang mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaannya, cara hidupnya, bahasanya, dan sebagainya, yang melatari peristiwa dalam cerita.
3) Latar Spiritual
Latar spiritual yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu.
4) Latar Netral
Latar netral yaitu latar yang hanya melengkapi cerita karena dalam cerita itu yang dipentingkan bukan latarnya melainkan unsur cerita yang lainnya.
Fungsi latar, yaitu:
1) memberikan informasi situasi sebagaimana adanya
2) sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh
3) menciptakan suasana
4) membentuk tema tertentu
5) membentuk alur tertentu
6) mendukung penokohan dan mengungkapkan watak tokoh
d. Tema dan Amanat
TEMA merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu cerita rekaan. Tema terasa mewarnai cerita dari awal sampai akhir. Tema pada hakikatnya adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Mesekipun demikian, tema tidak perlu selalu berwujud ajaran moral. Tema bisa saja hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan, simpulannya, atau bahkan hanya hasil pengamatannya saja. Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu masalah kehidupan tanpa memberikan jalan keluarnya karena jalan keluarnya diserahkan kepada masing-masing pembaca.
Mencari arti sebuah cerita rekaan pada dasarnya adalah mencari tema dalam cerita tersebut. Tapi pada kenyataannya, menemukan sebuah tema itu tidak selalu mudah. Kadang-kadang orang mengacaukan tema dengan topik. Sebenarnya kedua istilah itu tidak sama. Tema merupakan gagasan sentral, yakni masalah yang menjadi pokok persoalan di dalam cerita rekaan, yang dapat dijabarkan dalam beberapa topik.
Misalnya saja novel Pada Sebuah Kapal karya N. H. Dini. Temanya adalah emansipasi wanita yang dimanifestasikan dalam tokoh Sri. Tema itu kemudian dijabarkan dalam topik: harga diri, persamaan hak, kewajiban, dan kedudukan/kesempatan yang dirasakan tidak diberikan pria lepada wanita, dan usa mencari kebahagiaan.
Jadi, topik lebih konkret daripada tema. Tema dapat meliputi aspek kejiwaan manusia, aspek sosial, politik, sejarah, yang masing-masing dapat dikonkretkan menjadi pokok gagasan (topik) yang lebih khusus.
Perwujudan tema. Tema yang banyak dijumpai dalam cerita rekaan yang bersifat didaktis adalah pertentangan antara yang baik dan yang buruk yang sering dinyatakan dalam bentuk kebohongan melawan kejujuran, kezaliman melawan keadilan, dan sebagainya, dengan memenangkan yang baik. Tema seperti itu dikatakan tema tradisional. Tema modern biasanya menentang tema tradisional.
Tema di dalam cerita rekaan dapat diwujudkan secara tersurat, tetapi dapat juga diwujudkan secara tersirat. Tema diwujudkan secara tersurat apabila tema itu secara tegas dinyatakan, misalnya melalui judulnya. Sementara itu, tema yang dinyatakan secara tersirat apabila tema itu dinyatakan secara tidak tegas atau tidak langsung, misalnya dinyatakan secara simbolis melalui judulnya, atau implisit terkandung dalam keseluruhan cerita.
Cerita rekaan modern cenderung mengemukakan tema cerita secara tersirat. Oleh karena itu, untuk menemukan tema sebuah cerita rekaan haruslah dengan bimbingan cerita itu sendiri. Cerita itu harus dibaca secara cermat sehingga ditemukan kejelasan tentang motivasi tokoh, problem yang dialaminya, dan keputusan yang diambilnya. Harus diketahui juga konflik sentralnya karena ia akan membimbing pembaca untuk menemukan temanya.
Perlu diketahui bahwa satu tema dapat menghasilkan berpuluh-puluh cerita, baik yang berbobot maupun yang tidak atau kurang berbobot. Dengan kata lain, baik-buruknya cerita rekaan tidak ditentukan semata-mata oleh tema yang ingin disampaikan pengarang, melainkan lebih disebabkan oleh cara pengarangnya.
AMANAT. Dari tema sebuah cerita rekaan kadang-kadang dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita yang ditulisnya. Ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui ceritanya itulah yang disebut amanat.
Amanat dalam cerita rekaan dapat disampaikan secara langsung dan dapat pula disampaikan secara tidak langsung. Amanat disampaikan secara langsung apabila ajaran moral atau pesan itu disampaikan secara eksplisit. Pengarang, dalam hal ini, menggurui pembaca dan secara langsung memberikan nasihat dan petuahnya. Sementara itu, amanat disampaikan secara tidak langsung apabila pesan itu hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur cerita yang lain.
Jenis dan wujud pesan atau amanat itu sendiri dapat mencakup masalah seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh masalah yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan menjadi persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakatnya, dengan lingkungannya, dan dengan Tuhan. Namun demikian, di antara persoalan hidup dan kehidupan itu, yang banyak diangkat dalam cerita rekaan adalah pesan religius/keagamaan dan kritik sosial.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of vieuw merupakan cara memandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita rekaan kepada pembaca. Dengan demikian, pada hakikatnya sudut pandang merupakan strategi, teknik, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Macam-macam sudut pandang, yaitu:
1) Sudut Pandang Orang I (first person point of vieuw)
Pencerita sebagai salah satu tokoh dalam cerita yang dalam berkisah mengacu pada dirinya sendiri dengan sebutan aku atau saya.
Ada dua kemungkinan sudut pandang Orang I, yaitu:
(a) “Aku” sebagai tokoh utama (first person central)
(b) “Aku” sebagai tokoh tambahan (first person peripheral)
2) Sudut Pandang Orang III (third person point of vieuw)
Pencerita yang dalam kisahannya mengacu kepada tokoh utama dengan menggunakan kata ganti orang III (dia atau ia). Dalam sudut pandang ini pencerita berada di luar cerita. Ada dua kemungkinan sudut pandang orang III, yaitu:
(a) “Dia” Serba Tahu
Apabila “dia” mengetahui segala sesuatu tentang tokoh dan peristiwa yang berlaku dalam cerita bahkan mampu mengungkap pikiran, perasaan, dan aspirasi tokoh.

(b) “Dia” Terbatas
Apabila “dia” hanya dapat menceritakan tokoh cerita terbatas pada apa yang dapat diamati dari luar. Ia lebih objektif dan impersonal dalam bercerita. Ia hanya membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang dapat diamati tanpa menggunakan kesempatan untuk memasuki batin atau pikiran tokoh.

Pemilihan sudut pandang dan efeknya. Dalam menyajikan cerita, seorang pengarang harus menentukan sudut pandang; ia harus menentukan dari sudut pandang mana sebaiknya erita itu disajikan.
Pemilihan sudut pandang itu didasarkan faktor-faktor tertentu, seperti suasana cerita, kategori atau jenis cerita, serta maksud cerita.
Ditinjau dari penangkapan dan pemahaman cerita oleh pembaca, relevansinya dengan sifat cerita, dan keakraban hubungan antara pencerita, cerita, dan pembaca, setiap sudut pandang ada baik-buruknya, di antaranya ialah:
1) Sudut Pandang Orang I
(a) Cepat membina keakraban antara cerita dan pembaca, tetapi ada keterbatasan karena sudut pandangnya bersifat sepihak.
(b) “Aku” secara langsung dan bebas dapat menyatakan sikap, pikiran, dan perasaannya sendiri kepada pembaca, tetapi tentang tokoh lain ia hanya dapat memberikan pandangan dari pihaknya sendiri. Ia tidak dapat menduga dalam-dalam pikiran dan sikap tokoh lain. Tetapi karena ia harus membatasi penceritaan dengan cara memandang segala sesuatu dari satu sudut, ceritanya menjadi padat padu.
(c) Pencerita tidak dapat memperkenalkan apa yang berlangsung pada waktu yang bersamaan di tempat lain.
(d) Sudut pandang orang I cocok untuk cerita dengan kecenderungan psikologis.
2) Sudut pandang orang III
(a) Dapat menceritakan beberapa tokoh secara serempak dalam waktu yang bersamaan.
(b) Apabila “dia” mahatahu, dia dapat mengamati segala sesuatu yang terjadi, bahkan dapat menembusi pikiran dan perasaan tokoh. Ia dapat berkomentar dan memberikan penilaian subjektifnya terhadap apa yang dikisahkannya.
(c) Apabila “dia” mahatahu kelemahannya ialah bertentangan dengan kenyataan hidup yang sebenarnya.
(d) Sudut pandang “dia” terbatas dapat lebih objektif.
f. Bahasa dalam Cerita Rekaan
Untuk memperoleh efektifitas pengungkapan, bahasa dalam sastra (baca: cerita rekaan) disiasati, dimanipulasi, didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda dengan bahasa nonsastra.
Bahasa dalam cerita rekaan mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai pendukung arti dan sekaligus pengemban rasa. Berkaitan dengan 2 fungsi tersebut, bahasa cerita rekaan mempunyai beberapa ciri, di antaranya:
1) bersifat emotif
2) penuh asosiasi
3) ekspresif
4) pragmatis
g. Gaya (Style)
Gaya adalah cara pengucapan bahasa dalam cerita rekaan, atau bagaimana pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Gaya merupakan pembawaan pribadi yang khas.
Gaya ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan, seperti:
1) pilihan kata
2) struktur kalimat
3) bentuk-bentuk bahasa figuratif
4) sarana retorika.
Gaya bermaca-macam sifatnya, bergantung pada:
1) konteks di mana dipergunakan
2) selera pengarang
3) tujuan penuturan itu sendiri
Unsur gaya, yaitu:
1) Unsur leksikal yang menyangkut diksi, yakni penggunaan kata-kata yang sengaja dipilih pengarang.
2) Unsur gramatikal yang menyangkut struktur kalimat yang digunakan pengarang dalam cerita rekaan yang ditulisnya.
3) Sarana retorika, yaitu penggunaan berbagai bentuk kebahasaan untuk memperjelaas dan memperindah pengungkapan sehingga dihasilkan wacana yang efektif dan khas. Yang termasuk sarana retorika di antaranya:
(a) pencitraan bahasa kias
(b) penyiasatan struktur

6 komentar:

  1. apa itu penyiasatn struktur?
    Apa harus dengan bahasa kias? padahal kan sudah ada dalam retorika,,, apa susunan kalimatnya atau bagaimana?

    BalasHapus
  2. Bu, saya sudah membaca materi yang ibu berikan, namun ada yang belum saya pahami. Mengenai sudut pandang bu, saya masih bingung jika harus menentukan sudut pandang dari suatu cerita baik cerpen ataupun novel. mohon beri tips-nya agar mudah memahami atau menentukan sudut pandang yang digunakan dari suatu cerita. terimakasih.
    Hesti N
    PBSID/3D

    BalasHapus
  3. cari tokoh utamanya, lalu temukan kata kuncinya: "keakuan" atau justru menunjuk orang lain...
    tanyakan di kelas... nanti say jawab..
    jgn jd pendiam d kelas yaaaaa..

    BalasHapus
  4. penyiasatan struktur adl cara pengarang meramu struktur2 atau unsur2 pembangun yg ada dlm cerita sekaligus meramu kata2/kalimat yg digunakan..
    tdk hrs bahasa kias...
    ingat: licentia poetica: kebebasan penggunaan kata+bahasa... pengarang bahkan bebas+sah2 sj menjungkirbalikkan tatanan/struktur dalam kata, kalimat, atau bahkan bahasa

    BalasHapus
  5. bu, apakah perwatakan sama dengan penokohan?

    BalasHapus
  6. Terus apa perbedaan antara perwatakan dan penokohan itu,Bu

    BalasHapus